Selasa, 23 Februari 2010

Wirausaha Founder Kaskus


Andrew Darwis dan Ken Dean, Pemilik Kaskus

Besar Karena Loyalitas User


Dari sekadar hobi, Kaskus berubah menjadi komunitas dunia maya terbesar di Indonesia dengan ratusan ribu anggota loyal. Bagaimana Andrew Darwis dan Ken Dean memulainya?

Bagi sekitar 637,401 ribu anggotanya, Kaskus lebih dari sekadar forum internet untuk berbagi dan menggali informasi, chatting, bertukar pikiran dan pendapat, ataupun bertemu teman baru. ”Tapi menjadi sesuatu yang mendarah daging. Sebuah habit dan bagian dari gaya hidup. Banyak Kaskuser—sebutan member Kaskus—yang ngaskus hingga 8-10 jam sehari,” ujar Founder Kaskus Andrew Darwis saat ditemui di gerai Gelare, Plaza Indonesia, Rabu (27/8) silam.
Para Kaskuser, lanjut Andrew, bukan hanya aktif berkorespondensi, tapi juga membuat ikatan solid menurut region ataupun interest yang ada di situs tersebut. ”Selain sering gathering, mereka acap membuat berbagai aktivitas nyata,” lanjutnya. Andrew didampingi sepupunya, CEO Kaskus, Ken Dean Lawadinata.
Kaskuser di Surabaya, dicontohkan Andrew, belum lama ini pernah memberi uluran tangan terhadap pasangan tukang becak yang tidak memiliki tempat tinggal. ”Kegiatan itu bahkan diliput oleh media,” jelas pria kelahiran 20 Juli 1979 ini.
Dengan page views diatas 100 juta perbulan, Kaskus berada di peringkat 7 web site teratas di Indonesia dan posisi 312 dunia versi Alexa. Untuk situs lokal, bisa dibilang Kaskus berada di posisi pertama. Apa sebenarnya yang membuat situs ini menarik?
Secara tidak langsung, jawaban pertanyaan itu terkait dengan bagaimana situs ini bermula. Kaskus, yang berarti Kasak Kusuk (gossiping) dilahirkan pada 6 November 2000 oleh Andrew dan beberapa mahasiswa yang berkuliah di Seattle, Amerika, sebagai media kolektif mahasiswa-mahasiswa Indonesia di luar negeri.
”Dulu Kaskus adalah portal berita Indonesia, bukan forum seperti yang kita kenal sekarang,” terang Andrew. Dari situ lantas tercetus ide untuk membuat forum yang lebih melibatkan pengguna (user generated content). ”Ketika web 2.0 sekerang ini populer, bisa dibilang Kaskus adalah early adaptor-nya. Yakni menyajikan berita dari user untuk user,” imbuh Ken.
Mengadopsi prinsip freedom of speech, para user itu, kata Ken, diberi kebebasan berpendapat asal bertanggung jawab. ”Kita menyediakan tempat, mereka mau posting apa saja terserah,” paparnya. Ternyata, komunitas kecil tersebut menjadi organik, terus berkembang dengan bertambahnya member baru. ”Para member ternyata senang dan loyal dengan konsep ini,” beber Ken.
Konsep yang disebut Ken sebagai citizen journalism (jurnalisme masyarakat), mampu meningkatkan page views Kaskus. Bila ada berita heboh, misalnya, lebih dari 40 ribu user bisa online secara simultan. ”Misalnya pukul 10.15 ada gempa. Pasti ada user yang langsung posting. 15 menit kemudian, kejadiannya baru ditulis di portal berita. Jadi dalam satu dan lain hal, Kaskus adalah referensi awal sebuh berita atau kejadian,” ujarnya.
Lanjut Ken, tak terhitung berapa kali Kaskus menjadi titik awal berita atau trendsetter. ”Misalnya lagu Becek Cinta Laura yang di mix Kaskuser hingga masuk infotainment, ataupun rekaman suara yang diduga milik pilot Adam Air,” papar Ken.
Pembagian segmen di Kaskus tergolong lengkap. Ada lebih dari 20 sub forum dengan berbagai topik, seperti otomotif, gosip, lounge, lifestyle, model kit, arsitektur, atau jual beli. ”Forum jual beli ini salah satu yang terbesar. Banyak yang bilang enggak bisa dapat duit kalau Kaskus enggak aktif,” kenang Ken. Lainnya itu, ada KaskusRadio, yakni radio berbasis internet dengan lebih dari 20 DJ yang menggunakan bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, hingga Korea.
Dengan konsep user generated content, Andrew maupun Ken memang mengaku kesulitan untuk memonitor semua postingan atau thread yang masuk. Termasuk juga menyaring posting yang berkaitan dengan pornografi atau SARA. ”Per detik ada 10-20 post masuk. Bahkan, sejak database kita down karena DDOS attack enam bulan lalu, sudah ada 35 juta post. Jadi, pengawasan ini kita serahkan ke user dengan sistem report atau sekitar 38 moderator (penjaga forum) yang aktif,” paparnya.
Traffic yang makin padat, tidak seimbang dengan webhosting yang mulanya masih menumpang dengan biaya USD30 perbulan (Rp275 ribu). ”Gara-gara belum dedicated server, dulu kita sering ditendang karena mengganggu website lain,” ujar Ken. Saat itulah, mereka memutuskan untuk upgrade, yakni membeli server sendiri.
Setiap 3-6 bulan sekali, traffic bertambah padat. ”Dampaknya, loading time jadi pelan. Itu berarti kita harus tambah server lagi,” jelas Ken. Hingga saat ini, Andrew dan Ken memiliki 16 server masing-masing 8 di Indonesia dan 8 lainnya di Amerika. Per unitnya, berharga sekitar Rp10-20 juta hingga Rp30-40 jutaan. ”Kedua server itu masih kita gunakan. Karena kalau dimatikan salah satunya bisa down. Tapi, kedepannya kita ingin semuanya ada di Indonesia, selain menghemat cost, aksesnya juga lebih cepat,” tutur Ken.
Meski menghabiskan ratusan juta rupiah demi Kaskus, Andrew dan Ken mengaku tidak pernah mendapat untung dari website yang dibidaninya sejak 8 tahun silam itu. ”Karena mulanya Kaskus ini bersifat non profit. Kalaupun ada sedikit uang, langsung dibelikan server lagi,” ujarnya.
Namun, dengan user yang semakin banyak, mau tidak mau Andrew harus mulai memikirkan profit untuk menutup biaya operasional yang semakin membengkak. ”Kalau enggak lama-lama kaskus tutup karena enggak bisa bayar operational cost,” papar Ken tertawa.(danang arradian)

Dilirik Yahoo dan Microsoft
Sejak empat bulan terakhir, baik Andrew maupun Ken lebih banyak menghabiskan waktunya di Indonesia. Ken bahkan menangguhkan sementara kuliahnya di jurusan Finance, Seattle University untuk mengurusi Kaskus. Apa saja rencana mereka kedepan?
Pertama, adalah meng-upgrade dan menambah fitur-fitur baru untuk mempermudah interaksi antar user. Ini sudah ditandai dengan perubahan lay out dan penambahan sponsor. ”Kaskus memang di monetize, tapi enggak kita eksploit 100 persen. Kita menjaga agar user experience enggak berubah. Misalnya 1 page, hanya ada 1 sponsor. Bandingkan dengan kanal berita lain dimana 1 page ada 19 sponsor lebih untuk mendapat revenue balik sebanyak-banyaknya,” papar Ken yang berusaha untuk menjaga esensi freedom of speech.
Meski traffic lebih besar dibandingkan situs lokal lainnya, menurut Ken, harga iklan justru dibuat lebih murah. ”Kalau kita revenue wise, gampang sekali dapat duit banyak. Tapi, itu berarti kita ikuti maunya sponsor. Masalahnya, yang kita pentingkan sekarang adalah user,” ungkap Ken yang hanya menggantungkan promosi word of mouth ini.
Ken juga membenarkan kabar soal kemungkinan Kaskus dipinang oleh Microsoft dan Yahoo. ”Tapi, kita masih dalam tahap mencari tahu, apa yang bisa dikerjakan bersama. Karena, mereka ingin masuk ke market lokal,” ujar Ken yang menyebut Kaskus diminati karena memiliki basis data informasi membernya.
Tawaran akuisisi sebenarnya berdatangan, salah satunya dari IDG Ventures, yang belum lama ini membeli saham di Friendster sejumlah USD20 juta.”Sayangnya, kita tidak pernah tertarik untuk menjual Kaskus ke orang asing,” paparnya.
Kedua, adalah bertemu langsung dengan member dan moderator kaskus dalam acara offair. ”Selama 8 tahun, kita hanya berinteraksi lewat internet. Bahkan, lebih banyak yang mengenal saya sebagai Admin daripada Andrew. Karena itu, Oktober depan rencananya akan ada gathering, semacam aprisasi balik ke user untuk memperkuat komunitas Kaskus. Nanti mungkin ada band, pasar malam, atau bahkan lapak jual beli,” ujar Andrew.
Andrew maupun Ken juga menargetan agar 1 juta member terpenuhi hingga akhir tahun ini. Apa untungnya buat mereka? ”Kita hanya ingin ada website asli Indonesia, yang terkenal di Indonesia. Bukan website asing seperti Friendster atau Facebook. Itu sudah jadi kebanggaan bagi kita. Ini pula cara kita menunjukkan nasionalisme,” papar Ken. (danang arradian)

Nama : Andrew Darwis
Lahir : Jakarta, 20 Juli 1979
Kuliah : Computer Science, Seattle University

Nama : Ken Dean Lawadinata
Lahir : Jakarta, 6 Januari 1986
Kuliah : Finance, Seattle University

Sumber : (kaskus.us)

2 komentar:

  1. i love indonesia.....
    i love kaskus...
    hahahahha

    BalasHapus
  2. seru berbisnis website seperti kaskus he...he...he..

    BalasHapus