Senin, 29 November 2010

Early Warning System


GEMPA bumi yang diikuti gelombang tsunami di lepas pantai barat Nanggroe Aceh Darussalam, Minggu lalu (26/12/04) menyebabkan jatuhnya korban jiwa lebih dari 150.000 orang di belasan negara yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Bencana tersebut menyadarkan semua negara yang terkena dampak tsunami mengenai ketiadaan sistem peringatan dini tsunami di kawasan Samudra Hindia. padahal kawasan Samudra Hindia merupakan salah satu tempat pertemuan dua lempeng bumi yang selalu bergerak.

Sementara di belahan bumi lain, yaitu Samudra Pasifik telah memiliki sistem peringatan dini yang dipusatkan di Honolulu, Hawaii. Sistem tersebut bisa menyelamatkan jutaan warga pesisir di sejumlah negara di kawasan Pasifik.

Kenyataan ketiadaan sistem peringatan dini tersebut membuat para kepala negara/pemerintahan ASEAN dan sejumlah negara di Kawasan Asia Selatan mengadakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Tsunami di Jakarta, Kamis lalu (6/1). Salah satu butir pernyataan bersama yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di akhir KTT adalah pembangunan sistem peringatan dini di kawasan Samudra Hindia.

Tentunya sistem tersebut memerlukan teknologi, operator terlatih, dan terutama sistem komunikasi yang bisa menyampaikan data adanya tsunami ke sejumlah negara di Samudra Hindia.

Jepang selaku negara yang sering didera gempa bumi dan tsunami menyodorkan pendampingan teknologi bagi pengembangan sistem peringatan dini di Samudra Hindia. Dalam mengembangkan sistem sensor gempa bumi, Jepang menghabiskan dana sebesar 20 juta dolar AS bagi sistem 300 sensor gempa bumi yang bisa menyajikan informasi tepat waktu (real time) ke pusat pemantauan menggunakan satelit.

Teknologi yang dikembangkan sejak setahun terakhir tersebut dapat mengenali dan mengirimkan data ukuran, kecepatan dan arah tsunami dalam hitungan detik.

**

SEBENARNYA sistem peringatan dini yang dikembangkan di kawasan Pasifik cukup sederhana. Namun secanggih apa pun sistem deteksi awal gelombang tsunami tidak akan berarti apa-apa jika warga masyarakat pesisir tidak mendapat peringatan sesegera mungkin.

Jadi teknologi sensor gelombang tsunami hanya salah satu bagian dari sistem peringatan dini. Hal terpenting adalah memberikan pendidikan kepada masyarakat pesisir untuk mewaspadai adanya gelombang tsunami dan mengenal tanda peringatan untuk waspada atau mengungsi dengan isyarat tertentu.

Ketika permukaan air laut di pantai tiba-tiba surut, maka masyarakat harus tahu untuk bersiap-siap mengungsi. Yang berbahaya adalah masyarakat yang tidak tahu, justru langsung memburu tepi pantai karena air yang surut memunculkan ikan yang tiba-tiba terdampar.

Mengingat waktu antara munculnya gempa bumi dengan timbulnya gelombang sangat dipengaruhi jarak antara episenter (pusat) gempa terhadap pantai, maka semakin dekat jarak episenter ke pantai membuat selang waktu timbulnya tsunami semakin cepat. Nah, jeda waktu antara gempa bumi dan gelombang tsunami yang sangat kritis itu sangat menentukan upaya penyelamatan dan penyampaian informasi untuk segera menyingkir dari pesisir.

Menurut ilmuwan dari Geoscience Australia, Phil McFadden, tidak ada dasarnya menghabiskan seluruh dana untuk membuat sistem analisis dan pemantauan gempa dan tsunami yang canggih, jika tidak dilengkapi infrastruktur penyampaian pesan. Hal yang terpenting adalah memberi peringatan dini kepada masyarakat di kawasan yang sulit terjangkau informasi.

Solusinya memang tidak perlu teknologi yang canggih. “Meskipun kita tidak bisa menghitung, setidaknya banyak nyawa yang berhasil diselamatkan dengan adanya sistem peringatan dini di kawasan Pasifik,” kata Paul Whitmore dari pusat peringatan tsunami di Alaska dan Pantai Barat Amerika.

Sistem peringatan dini Pasifik dibangun pada tahun 1965 untuk memberikan informasi bencana tsunami kepada 26 negara di Pasifik. Sistem seharga sepuluh juta dolar AS itu bekerja dengan cara yang mudah. Sensor tekanan yang anteng berada di dasar laut mengukur tekanan air dan bobot air di atas sensor.

Ketika gelombang tsunami numpang lewat, volume air tambahan meningkatkan tekanan pada alat sensor. Ia segera bereaksi dan “berteriak” memberi tahu pelampung (buoy) yang asyik mengapung di permukaan air.

Bouy akan segera bertindak dengan mengontak satelit di angkasa, memberitahukan pusat peringatan dini mengenai adanya gelombang air yang bergerak. Bagian terkritis adalah memberikan tanggapan bahaya darurat bagi seluruh infrastruktur informasi di daerah pesisir yang akan terkena dampak sang tamu, tsunami. Jadi misalkan pusat peringatan dini ada di Jakarta, bagaimana sang operator bisa segera memberikan informasi peringatan untuk waspada bagi masyarakat di pesisir pantai Sumatra, Sri Langka, India, Bangladesh.

Sarana komunikasi semacam televisi, radio, bahkan telefon bukan pilihan terba ik untuk menyampaikan informasi “kunjungan” gelombang tsunami. Jadi diperlukan suatu infrastruktur informasi yangbisa menjangkau seluruh pelosok daerah yang akan terkena dampak tsunami. “Populasi warga di seluruh daerah bahaya harus diajari mengenai gelombang tsunami, termasuk langkah-langkah yang harus dilakukan jika tsunami datang,” kata Prof. Bill McGuire, Pimpinan Pusat Penelitian Bencana Benfield di University College London, Inggris.

Sebenarnya, komputer super dan bertenaga penuh di Wina, Austria juga mendeteksi adanya kegiatan seismik. Demikian pula dengan komputer di Organisasi Traktat Penolakan Uji Nuklir yang didesain mendeteksi ledakan nuklir di belahan bumi manapun, dapat pula mendeteksi getaran gempa bumi. Sayangnya para pegawai di pusat komputer tersebut sedang berlibur Natal, sehingga informasi gempa bumi tidak sampai ke negara-negara yang memerlukannya. Prof. McGuire mengatakan, untuk infrastruktur informasi bagi masyarakat tidak harus terlalu rumit dan birokratis. Alarm sirine sudah memadai untuk memberi tahu masyarakat untuk bersiap-siap menyingkir dari pantai dan mencari tempat lebih tinggi.(dik/bbc.co.uk/scidev.net)***

Cara Kerja Stasiun Pemantauan Tsunami dan Peringatan Dini

1. Stasiun pencatat data seismik mendeteksi adanya gempa bumi dan mengirimkan data ke pusat peringatan tsunami Pasifik (Pacific Tsunami Warning Center) di Hawaii.
2. Jika gempa bumi di kawasan Pasifik dan sekitarnya di atas 7,5 skala richter, sistem peringatan awal “waspada tsunami” dikirimkan.
3. Data dari stasiun pemantau di dasar laut dekat episenter gempa diperiksa untuk melihat tanda-tanda akan adanya tsunami.
4. Jika gelombang tsunami memperlihatkan gejalanya, sistem peringatan penuh disebarkan ke sistem nasional di beberapa negara.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar